Berbicara tentang ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan tentunya kita semua pasti akan langsung ingat pada surah al-‘Alaq, ayat satu sampai lima. Untuk khalayak umum sebenarnya hal ini sudah mancukupi. Pembahasan tentang ayat pertama yang diturunkan dalam al-Qur’an sebenarnya masih terjadi khilafiyah di kalangan para ulama. Ada beberapa ulama yang berpendapat surah yang pertama kali turun itu bukanlah surah al-‘Alaq. Hanya saja, penulis cuma mengambil dua pendapat saja dari sekian pendapat yang ada, supaya tidak menimbulkan narasi yang terlalu panjang hingga membuat bosan bagi para pembaca.
Pendapat pertama: pendapat sohih mengatakan, ayat atau surah yang diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW adalah surah al-‘Alaq ayat 1-5, seperti yang telah kita ketahui. Pendapat ini berpijakan pada hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Sayyidah Aisyah ra. “Wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui mimpi yang benar. Seakan-akan Nabi SAW seperti melihat sinar di waktu subuh. Beliau sering menyepi di dalam gua Hira’ dan beribadah dibeberapa malam. Beliau membawa bekal, ketika bekalnya habis maka beliau kembali pada Sayyidah Khadijah ra. Ketika perkara haq itu tiba (wahyu): saat Nabi SAW berada di dalam gua Hira’, datanglah Malaikat Jibril lalu berkata, “Bacalah!” aku (Nabi Muhammad SAW) menjawab, “Aku tidak bisa membaca, kemudian Malaikat Jibril mendekapku sampai aku merasa payah lalu melepasku, dan mengatakan, ‘Bacalah!’ aku menjawab lagi, “Aku tidak bisa membaca.” Malaikat Jibril mendekapku lagi untuk yang kedua kalinya sampai aku merasa paya lalu melepasku dan mengatakan hal yang sama. Aku pun menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Untuk yang ketiga kalinya Malaikat Jibril mendekapku sampai aku merasa payah dan dia melepasku. Akhirnya Malaikat Jibril mengucapkan:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) – عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Setelah itu, Nabi Muhammad SAW pulang dalam keadaan gemetar dan takut.
Melalui riwayat yang berbeda, Imam at-Thabari dalam al-Kabir melalui riwayat yang sohih meriwayatkan dari Abi Raja’ al-‘Utharidiy, Abu Musa pernah membaca al-Qur’an disebuah majelis halaqoh. Beliau mengenakan dua kain putih. Ketika membaca al-‘Alaq, beliau mengatakan ini adalah surah yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Said bin Mansur dalam kitab Sunannya mengatakan, diceritakan oleh Sufyan dari Amr bin Dinar dari Ubaid bin Amir, ia berkata, ”Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW, lalu mengatakan, ‘Bacalah!’ Nabi menjawab, ‘Apa yang harus kubaca?’ demi Allah aku tidak bisa membaca’. Jibril lalu mengatakan, “Iqra’ Bismi Rabbika al-Ladzi Khalaq”. Ubaid bin Amir pun mengatakan ini adalah ayat yang pertama kali diturunkan.”
Ibnu Asytah dalam kitab Mashohif juga mendapat riwayat dari Ubaid bin Amir, ia mengatakan Malaikat Jibril datang pada Nabi Muhammad SAW dengan permadani, lantas mengatakan, “Bacalah!” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Saya tidak bisa membaca.” Maka Malaikat Jibril mengatakan:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1)
Dari sini, para Ulama pun berpendapat bahwa surah al-‘Alaq adalah ayat yang pertama kali diturunkan dari langit.
Pendapat kedua, berpendapat bahwa surah yang pertama kali turun adalah surah al-Muddassir. Pendapat ini juga berdasarkan pada riwayat Imam Buhkari dan Muslim. Namun bukan dari Sayyidah Aisyah, tapi dari Abi Salamah bin Abdurrahman yang mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada Jabir bin Abdillah, ‘Ayat al-Qur’an manakah yang pertama kali turun?’ Jabir menjawab, ‘Al-Muddassir’. Aku bertanya lagi,’Bukan al-‘Alaq?’ Jabir menjawab, ‘Aku menceritakan kepadamu berdasarkan apa yang diceritakan oleh Rasulullah SAW kepadaku. Beliau bersabda, ‘Suatu ketika aku berjalan di gua Hiro’, sesudah melaksanakan hajatku. Aku turun menyusuri jurang dan melihat-lihat ke arah sekitar. Ketika aku melihat ke atas langit tiba-tiba Malaikat Jibril datang mengagetkanku. Setelah kejadian itu aku meminta kepada keluargaku agar menyelimutiku.’ Kemudian Allah SWT menurunkan:
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2)
Ada empat komentar yang mengkritisi sekaligus menyatukan dua pendapat di atas. Pertama, pertanyaan kepada Jabir itu tentang turunnya surah yang diturunkan secara sempurna. Dan sudah jelas bahwa surah al-Muddatsir diturunkan dengan lengkap sebelum penurunan surah al-‘Alaq dengan sempurna. Karena, pada waktu itu surah al-‘Alaq hanya diturunkan sebagian. Keterangan ini diperkuat oleh riwayat dalam kitab Sohihain (Sohih Bukhari dan Sohih Muslim), dari Abi Salamah dari Jabir, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bercerita tentang tidak turunnya wahyu. Dalam ceritanya beliau bercerita, ‘Ketika sedang berjalan, aku mendengar sebuah suara dari langit. Lantas aku mengangkat kepalaku. Tiba-tiba Malaikat yang pernah datang kepadaku di dalam gua Hira’ duduk di atas kursi diantara langit dan bumi. Aku pun pulang dan mengatakan, “Selimutilah aku! Selimutilah aku! Selimutilah aku!. Kemudian Allah SWT menurunkan:
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1)
Maka sabda Nabi: “Malaikat yang pernah datang kepadaku di dalam gua Hira’”, menunjukkan kejadian ini terjadi setelah diturunkannya surah al-‘Alaq di dalam gua Hira’.
Kedua, maksud dari Jabir adalah tentang awal ayat yang diturunkan secara khusus setelah selang waktu tidak turun wahyu, bukan ayat yang diturunkan pertama kali secara mutlak. Ketika maksudnya adalah awal ayat yang secara khusus memerintahkan agar memberi peringatan, maka sebagian ulama menyatakan surah al-Alaq adalah ayat yang pertama kali diturunkan karena kenabian. Sedangkan surah al-Muddassir merupakan ayat yang diturunkan pertama kali untuk risalah kerasulan.
Ketiga, al-Muddassir adalah ayat pertama yang diturunkan karena ada penyebabnya, yakni timbulnya kata selimut karena rasa takut yang dialami nabi. Sedangkan surah al-‘Alaq diturunkan tanpa penyebab apapun. Pendapat ini disebutkan oleh Ibnu Hajar.
Keempat, Jabir mengeluarkan riwayat di atas berdasarkan hasil ijtihadnya sendiri dan tidak termasuk riwayat langsung. Oleh karena itu, riwayat dari Sayyidah Aisyah lebih didahulukan daripada riwayatnya Jabir.
Referensi: al-Itqon fi Ulum al-Qur’an, DKI hal. 41-42.
Penulis: Aburrohman W, Santri Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil