Perdebatan Islam dan relasinya antara kedamaian dan kekerasan merupakan bahasan menarik. Siapapun percaya dan sepakat bahwa kekerasan adalah sebuah fenomena yang dapat dan harus dihilangkan guna memfasilitasi terciptanya kedamaian. Logika sederhananya, jika kekerasan lenyap, maka kedamaian akan muncul. Betapa banyak bukti sejarah bahwa apapun yang di dakwahkan dengan kekerasan tidak akan bertahan lama, begitupun sebaliknya, betapa banyak ajakan dakwah yang dilakukan dengan kedamaian tanpa tekanan bertahan selamanya, seperti ajaran Islam di Indonesia misalnya, para pendakwah Islam pada awal mulanya masuk ke Indonesia sama sekali tidak menampakkan Islam dengan rupa yang menakutkan dan menyeramkan, justru dengan kedamaian dan kelembutan, sehingga betapa banyak Masyarakat yang menerima Islam dengan lapang dada.
Sikap Moderat dalam menyampaikan ajaran Islam merupakan ajaran yang sangat ditunggu oleh orang-orang yang belum mengenal Islam maupun yang sudah mengenal Islam, Agama Islam tidak boleh di dakwahkan serta dijalankan dengan cara memaksa dan keras, hal ini tertulis jelas dalam Al-Qur’an ;
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ( البقرة : ٢٥٦ )
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) Agama Islam, sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah maha mendengar, maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah).
Ayat ini memberikan pemahaman bahwa untuk menerima keimanan dalam ajaran Islam tidak pernah di bangun dengan pemaksaan dan tekanan, namun murni dengan kehendak diri sendiri dan kerelaan hati. Bahkan pemaksaan dan tekanan merupakan salah satu dakwah yang menciderai ajaran Islam yang sesungguhnya.
Islam tidak pernah mengajarkan memaksa orang lain untuk memluk ajarannya, karena dalil-dalil kebenaran Islam tidak membutuhkan paksaan maupun penekanan. Islam bisa diterima dengan kerelaan dan dalil sehingga tidak membutuhkan tekanan maupun paksaan untuk memeluknya. (Syaikh Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir Juz 3 Hal 21)
Sayyid Thanthawi, yang semasa hidupnya pernah menjadi Grand Syekh al-Azhar, berpendapat ayat kebebasan beragama di atas tetap berlaku dan tidak dihapus oleh ayat perang. Menurut beliau, keislaman itu tidak bisa dipaksa lewat apapun, baik jihad atau yang se makna dengannya, karena selain bertabrakan dengan maksud pensyariatan jihad, juga ditegaskan bahwa berislam lewat paksaan itu tidak sah. Serta pemaksaan dalam hal tersebut dianggap tidak ada faedahnya sama sekali, hal tersebut terbukti bahwa Islam pada hakikatnya adalah membenarkan dengan hati, serta tunduk patuh terhadap ajarannya bukan disebabkan paksaan untuk memeluk ajarannya.
Karena, jika dalam Islam dilalui dengan paksaan, otomatis bukan penerimaan yang bisa di dapatkan, justru semakin menjauh dan penolakan terhadap Islam yang akan dilakukan. Ini membuktikan bahwa kemantapan hati dengan menerima ajaran secara lapang dada merupakan poin utama yang bisa membuat manusia menerima ajaran Islam. Tentu sangat keliru jika di faham bahwa paksaan dan kekerasan bisa membuat orang lain menerima Islam. (Sayyid At-Thantawi, Tafsir Al Wasit Hal 473)
Memang sejarah mencatat, bahwa pada zaman Rasulullah perang merupakan salah satu agenda Islam saat itu, bukan berarti bahwa Islam mendakwahkan ajarannya dengan cara kekerasan, karena pada priode awal adanya Islam, Rasulullah membawa dalil-dalil serta hujjah akan ajaran Islam, serta mendakwahkan dengan lemah lembut, sabar dalam menghadapi kaum jahiliyah meski selalu membantah dan membangkang pada ajaran yang di bawakan Rasulullah.
Meski diakui, dalam suatu keadaan Rasulullah membawa pedang, itu bukan berarti Rasulullah mengajak orang lain memeluk ajaran Islam dengan kekerasan, hanya untuk melindungi diri Rasulullah apabila ada yang tidak menerima dan menyerang Rasulullah disebabkan ajaran yang beliau sampaikan, bukan untuk menakut-nakuti serta memaksa orang lain menerima apa yang beliau sampaikan. (Syaikh Mutawali, Fatawa 29 – 30)
Penulis: Sunnatullah Santri PP. Alhikmah Darussalam Durjan Kokop