Mengenai cinta, seorang Filsuf Yunani yang bernama Plato saja tidak tahu apa hakikat dari cinta. Yang ia tahu bahwa cinta adalah kegilaan yang bersifat ketuhanan. Tak ada yang tahu pasti tentang cinta. Begitulah kira-kira yang dikatakan Plato.
Sedangkan begitu banyak orang yang mengartikan perasaannya pada sang kekasih dengan sebutan cinta, padahal antara cinta dengan nafsu hanya terhalang benang tipis, sehingga terkadang banyak yang menduga kalau perasan mereka hanya dianggap cinta saja. Namun, bisa jadi hakikatnya adalah nafsu. Sehingga perlu kiblat bagi seseorang untuk menghadapkan perasaannya, ini cinta atau nafsu?. Dari sini timbul kesimpulan tentang pentingnya mengetahui definisi cinta yang sebenarnya.
Juga sangat urgen bagi seseorang ketika sudah dapat memilah yang mana cinta dan nafsu, dan ketika ia memang benar-benar merasakan cinta, yaitu cara mengaplikasikan cinta itu sendiri, cinta tanpa perbuatan merupakan dusta. Maka bagaimana sebenarnya cara mengaplikasikan cinta yang sehat dalam pandangan agama?
Dari sisi agama, antara laki-laki dan perempuan dibatasi dengan sangat ketat. Polemik terjadi ketika di antara kedua makhluk tersebut merekahkan cinta, kalau benar cinta adalah anugerah lalu bagaimana kalau dikaitkan dari sisi agama yang mengekang?
Penulis yakin masih banyak hal tersirat dari cinta sendiri yang sukar diurai, maka hadirnya suatu literatur diperlukan dengan catatan tidak mendobrak sisi agama. Sementara para penulis yang membahas cinta, rata-rata bukan berlatar belakang ulama dan tokoh islam, kadang pula nonislam. Sehingga sangat penting bagi kita memiliki literatur tentang cinta yang kompleks namun penulisnya memiliki latar belakang ulama.
Sementara dalam dunia keislaman, sangat jarang ulama atau para tokoh islam memperbincangkan persoalan cinta. Hal ini mungkin karena pembahasan cinta kurang begitu penting dari pada pembahasan yang lain seperti fikih, tasawuf, tafsir dan lainnya. Karya ulama yang menjelaskan cinta secara spesifik pun sangat sedikit. Namun sebenarnya, banyak persoalan-persoalan cinta yang perlu dipahami oleh banyak kalangan.
Oleh karena itu, perlu juga membaca literatur ulama khusus menjelaskan perihal cinta. Di antara kitab yang penulis rekomendasikan adalah Raudlatul Muhibbin karya Ibnu Qoyyim al-Jauzi. Beliau adalah Muhammad bin Abi Bakr, bin Ayyub bin Sa’id al-Zar’i bergelar Ibnu Qoyyim al-Jauzi. Gelar al-Jauzi dikarenakan ayah beliau penjaga di sebuah sekolah yang bernama al-Jauziyah. Beliau juga bermadzhab Hanbali.
Kitab ini cocok untuk semua lapisan masyarakat, karena sangat cocok sebagai penolong agama dan dunia. Di dalam kitab ini banyak yang diuraikan oleh Ibnu Jauzi mengenai cinta. Mulai dari pembagian cinta, hukumnya, dan semua yang berkaitan dengan cinta. Selain itu beliau juga mengurai cinta yang benar (shohih) dan yang tidak benar (fasid). Kitab ini menunjukkan bagaimana cara mengungkapkan cinta dan mengendalikan hawa nafsu dengan fitrah sesuai petunjuknya. Sehingga, cinta itu tidak berubah menjadi cinta terlarang, dan akan membawa manusia kepada puncak cinta tertinggi, yaitu cinta Allah dan Rasulnya.
Ada sekitar dua puluh sembilan bab yang beliau tulis dalam kitab tersebut. Namun, ada tiga bab yang menurut penulis sangat penting untuk dibaca.
Bab pertama adalah bab yang mengurai istilah-istilah cinta dalam bahasa Arab. Dalam bab ini, beliau menjelaskan bahwa ada sekitar enam puluh istilah cinta. Diantaranya adalah Mahabbah, ‘Alaqah, Hawa, Shobwah, Syaghof, Miqoh, al-Isqu dan banyak lagi istilah-istilah cinta yang disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi pada bab ini.
Bab kedua adalah bab asal kata dari istilah-istilah cinta. Pada bab ini, kita akan disajikan asal kata dari semua istilah cinta yang telah disebutkan pada bab pertama. Dalam bab ini beliau menjelaskan bahwa kata Mahabbah banyak versi mengenai asal muasal katanya, ada yang mengatakan istilah mahabbah berasal dari kata Habbah yang memiliki arti biji. Ada juga yang mengatakan istilah mahabbah diambil dari kata Al-hubbu yang berarti wadah besar yang di dalamnya penuh dengan sesuatu sampai tidak bisa memuat yang lain. Sama seperti halnya itu juga, hati seorang pencinta tidak memuat kecuali orang yang dia cintai.
Bab yang ketiga menjelaskan faktor timbulnya rasa cinta. Ibnu Jauzi dalam bab ini mengurai secara detail faktor pendorong seseorang bisa jatuh cinta. Menurut beliau ada tiga hal yang menjadi faktor utama seseorang bisa jatuh cinta; tiga hal tersebut adalah kriteria orang yang dicintai, keindahan dan keserasian antara keduanya. Jika tiga hal ini kuat maka rasa cinta pun akan semakin kuat dan mengakar. Sebaliknya, jika tiga hal tersebut pudar maka pudarlah rasa cintanya. Beliau juga menyebutkan, jika kita jelek terkadang di mata sang kekasih kita terlihat sangat indah. Hal ini, menurut beliau, karena begitu kuatnya rasa cinta. Sebab, jika kita mencintai sesuatu kita akan buta dan tuli.
Bab yang terakhir menjelaskan apakah cinta adalah sesuatu yang idltirori (sesuatu yang datang tiba-tiba tanpa diharapkan kedatangannya) atau ikhtiyari (datang atas kehendak manusia). Dalam hal ini, beliau memaparkan khilafiyah yang terjadi diantara ulama dan para filsuf. Dalam bab ini, sebagian golongan mengatakan cinta itu datang tanpa kehendak manusia. Kedatangan cinta diumpamakan dengan datangnya rasa haus akan minuman dimana seseorang tidak bisa memilih untuk haus, tapi haus itu akan datang sendiri. Bahkan sebagian ulama berkata. “Seandainya aku jadi seorang hakim, maka aku tidak akan menghukum orang yang sedang jatuh cinta, sebab cinta itu datang tanpa kehendak seorang tersebut.”
Golongan yang kedua mengatakan, cintu datang atas kehendak manusia yang mengikuti hawa nafsunya. Golongan ini beralasan dengan seringnya Allah menghina orang yang sedang jatuh cinta tapi cinta diluar syariat. Jika cinta datang tidak atas kehendak manusia, mana mungkin Allah menghina mereka.
Sementara golongan yang ketiga mencoba menggabungkan dua golongan di atas. Sehingga menurut golongan ini, penyebab seseorang jatuh cinta adalah bersifat ikhtiyari. Sedangkan cintanya itu sendiri datang tanpa dikehendaki. Ibarat seorang minum khamar, maka kehendak untuk minum adalah ikhtiyari sedangkan mabuk yang timbul akiatbat meminum adalah idltirori (datang tanpa dikehendaki).
Dari keseluruhan uraian di atas, menurut penulis begitu penting untuk membaca kitab tersebut guna memahami cinta yang sehat secara utuh dan absolut. Barangkali juga wajib kitab tersebut berada di perpustakaan rumah kita, sebab cinta adalah hal yang sangat dekat dengan hati.