Dalam literatur kitab fikih, sering didapati istilah makruh tahrim dan makruh tanzih. Kedua istilah seakan membagi hukum makruh menjadi dua bagian. Apa sebenarnya maksud dari dua istilah tersebut? Apa bedanya dengan makruh biasa?.
Makruh Tahrim dan Makruh Tanzih ini sebenarnya bagian dari istilah dalam Madzhab Hanafi. Dalam madzhab Hanafi, hukum dibagi menjadi tujuh, yaitu (1) Fardu, (2) Wajib, (3) Mandub, (4) Haram, (5) Makruh Tahrim, (6) Makruh Tanzih, (7) Mubah. Namun, ulama Mutaakhirin dari madzhab Syafi’i juga kerap memakai dua istilah ini.
Defini Makruh Tahrim
Dalam kitab al-Wajiz Fi Ushulil Fiqh, Sayyid ‘Alawi al-Maliki menjelaskan definisi Makruh Tahrim yang dimaksud dalam madzhab Hanafi. Beliau mengatakan:
هو ما طلب الشارع تركه على وجه الختم والإلزام بدليل ظني كأخبار الأحاد
Artinya, “[Makruh Tahrim] adalah sesuatu yang dituntut oleh Syari’ (Allah) untuk ditinggalkan secara pasti dengan dasar dalil dzanni seperti hadits Ahad” (Sayyid ‘Alawi al-Maliki, al-Wajiz fi Ushulil Fiqh, hal 132)
Makruh Tahrim memiliki kesamaan dengan haram dalam segi sama-sama mendapatkan dosa bila dilakukan. Akan tetapi, yang menjadikan keduanya berbeda adalah karakter sumber dalilnya. Hukum haram, karakter dalilnya bersifat Qat’i (pasti) seperti Al-Qur’an, Hadits Mutawatir Maupun Masyhur, Ijma’, dan Qiyas. Sementara makruh tanzih, karakter dalilnya bersifat Dzanni seperti Hadits Ahad. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Baijuri berikut:
والفرق بين كراهة التحريم والحرام مع أن كلا يقتضي الإثم أن كراهة التحريم ما ثبتت بدليل يحتمل التأويل والحرام ما ثبت بدليل قطعي لا يحتمل التأويل من كتاب أو سنة أو إجماع أو قياس
Artinya, “Perbedaan antara makruh tahrim dan haram–sekalipun keduanya menuntut dosa–adalah makruh tahrim adalah perbuatan terlarang yang didasarkan pada dalil yang memungkinkan ditakwil, sementara haram adalah perbuatan terlarang yang didasari pada dalil qath’i (pasti) yang tidak bisa ditakwil seperti Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas”. (Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Syarah Allamah ibni Qasim, hal. 197)
Dari sini dapat disimpulkan bahwa makruh tahrim merupakan bentuk larangan yang mengakibatkan dosa bagi yang melakukannya. Makruh tahrim sebenarnya sama dengan hukum haram, hanya saja sumber dalil keduanya yang berbeda.
Defini Makruh Tanzih
Sementara definisi Makruh Tanzih, Sayyid ‘Alawi al-Maliki mengatakan:
وهو ما طلب الشارع تركه لا على وجه الحتم والإلزام
Artinya, “(Makruh Tanzih) adalah sesuatu yang dituntut oleh Syari’ (Allah) tidak secara pasti”. (Sayyid ‘Alawi al-Maliki, al-Wajiz fi Ushulil Fiqh, hal 134)
Dari penjelasan Sayyid al-Maliki di atas, dapat dipahami bahwa makruh tanzih merupakan suatu tuntutan tidak pasti untuk meninggalkan sebuah pekerjaan. Oleh karena itu, orang yang melakukan perbuatan makruh tanzih tidak akan mendapatkan dosa, akan tetapi menyalahi yang lebih utama (Afdlal). Makruh tanzih ini-dalam istilah Syafi’iyah-diungkapkan dengan istilah Makruh saja.
Dari sini tampak perbedaan antara makruh tanzih dengan makruh tahrim; Makruh tahrim berkonsekuensi dosa bagi yang melakukan, sementara makruh tanzih tidak. Imam al-Baijuri mengatakan:
والفرق بين كراهة التحريم وكراهة التنزيه أن الأولى تقتضي الإثم والثانية لا تقتضيه
Artinya, “Perbedaan antara karahatut (makruh) tahrim dan karahatut (makruh) tanzih, adalah yang pertama perbuatan (makruh tahrim) meniscayakan dosa dan yang kedua (makruh tanzih) tidak meniscayakan dosa,” (Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Syarah Allamah ibni Qasim, hal. 197).
Makruh tanzih ini juga memiliki perbedaan dengan Khilaful-Aula, satu istilah yang juga sering ditemukan dalam literatul kitab Syafi’iyah. Meski keduanya sama-sama berupa larangan yang tidak pasti (Qhairu Jazim), tapi memiliki perbedaan dalam dasar larangannya. Imam as-Subkiy mengatakan:
وافترق خلاف الأولى مع المكروه اختلاف الخاصين ، فالمكروه ما ورد فيه نهي مخصوص مثل : “إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين وخلاف الأولى ما لا نهي فيه مخصوص كترك سنة الظهر ، فالنهي عنه ليس بمخصوص ورد فيه ؛ بل من عموم أن الأمر بالشيء نهى عن ضده أو مستلزم للنهي عن ضده
Artinya, “Khilaful-Aula memiliki perbedaan dengan makruh. Larangan dalam hukum makruh berangkat dari Nash tersendiri, seperti sabda nabi, “Jika salah seorang kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat”. Sementara Khilaful-Aula tidak berangkat dari Nahs tersendiri, seperti larangan meninggalkan shalat sunnah dzuhur, dimana tidak ada Nash tersendiri yang melarang meninggalkan shalat sunnah tersebut, akan tetapi berangkat dari satu qaidah, “perintah melakukan sesuatu berarti melarang kebalikannya”’. (Imam as-Subkiy, al-Ashbah Wa an-Nadzair Lis Subkiy, Juz 2., hal. 80)
Demikian penjelasan seputar istilah Makruh Tahrim dan makruh tanzih. Semoga bermanfaat. Waallahu A’lam