Di kota Tush pada 450H telah lahir seorang ilmuwan muslim terkenal. Ia bernama Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Dialah hujjatul Islam, mujaddid abad V Hijriyah yang menguasai berbagai disiplin ilmu (poly math). Gagasan Al-Ghazali banyak dituangkan dalam bentuk kitab pada berbagai disiplin ilmu. Bahkan menurut sebagian riwayat, Al-Ghazali mengarang sebanyak dua ratus lebih judul kitab. Capaian yang begitu luar biasa bagi seorang Al-Ghazali yang hidup hanya sampai umur 57 tahun.
Diantara karyanya adalah Risalah Laduniyah, sebuah risalah yang secara runtuk menjelaskan seluk-beluk ilmu landunni. Dalam Risalah ini Al-Ghazali menuangkan gagasannya tentang ilmu ladunni. Tak ketinggalan, Al-Ghazali juga menyampaikan konsepnya tentang ilmu secara umum beserta pembagiannya pada Risalah ini.
Dalam Risalah Ladunniyyah (hal 15-22), Al-Ghazali membagi ilmu menjadi dua; ilmu syar’i dan ilmu ‘aqli (rasional). Al-Ghazali juga menyebutkan kebanyakan ilmu syar’i itu rasional bagi mereka yang sudah ahli. Dan menurut sebagian ahli makrifat, sebagian besar ilmu rasional itu bersifat syar’i.
Pada bagian pertama, yaitu ilmu syar’i, Al-Ghazali masih membagi lagi menjadi dua; ilmu ushul dan ilmu furu’, atau dalam istilah lain ilmu ilmiah dan ilmu praktis. Ilmu ushul adalah ilmu ilmiah, sementara ilmu furu’ termasuk ilmu praktis.
Yang pertama, ilmu ushul, yaitu ilmu tauhid. Ilmu yang mengkaji tentang Zat Allah, sifat-sifat qadim-nya, sifat-sifat fi’li, dan sifat-sifat Zat-nya. Ilmu ini juga menjelaskan ihwal para nabi, para imam setelah mereka, dan para sahabat. Para pakar pengkaji ilmu ini sering diistilahkan sebagai mutakallimun. Sebab istilah kalam itu populer untuk menyebut ilmu tauhid.
Selanjutnya, termasuk dari ilmu ushul adalah ilmu tafsir. Sebab Al-Qur’an merupakan sumber ilmu yang mulia. Dalam Al-Qur’an, Allah memberitahukan tentang segala ilmu. Tentang semua wujud yang jelas maupun samar; yang besar maupun yang kecil; yang terindra maupun yang masuk akal.
Termasuk juga ilmu ushul, kata Al-Ghazali, adalah ilmu hadits. Karena Nabi Saw adalah manusia yang paling fasih, baik dikalangan Arab maupun non Arab. Nabi Saw adalah seorang guru yang memperoleh segala tinggi (‘uluwiyyat) maupun yang rendah (sufliyat). Setiap itu, bahkan setiap huruf yang Nabi ucapkan mengandung samudera rahasia dan makna. Karena itu, menurut Al-Ghazali, ilmu tentang hadit menjadi perihal yang sangat urjen. Selain itu, Al-Qur’an dan hadit merupakan petunjuk bagi ilmu tauhid.
Yang kedua, yaitu ilmu furu’. Pada ilmu furu’ ini, Al-Ghazali membagi menjadi tiga macam;
- Hak Allah, yaitu ilmu tentang ibadah seperti bersuci, shalat, zakat, haji, jihat, dzikir, shalat hari raya, shalat jum’at beserta semua sunah dan kewajiban yang ada di dalamnya.
- Hak Hamba, yaitu ilmu tentang tradisi atau kebiasaan. Pada hak ini, Al-Ghazali masih membagi lagi; pertama, mu’amalah, seperti jual beli, hibbah, penjam-meminjam, hutang-piutang, qishas dan segala macam diyat. Kedua, mu’aqadah, seperti nikah, talak, faraidh beserta turunannya. Kedua macam hak ini disebut sebagai Ilmu Fiqih, yang mutlak diperlukan.
- Hak Jiwa, yaitu ilmu yang berkaitan dengan etika atau akhlak. Ilmu ini juga dibagi menjadi dua; yang tercela sehingga wajib dibuang, dan ada yang terpuji sehingga wajib dimiliki serta dipergunakan untuk menghiasi jiwa.
Sementara pada bagian yang kedua, yaitu ilmu rasional, Al-Ghazali mengatakan ilmu ini tergolong rumit dan musykil, dan memungkinkan terjadinya benar atau salah. Ilmu ini terbagi menjadi tiga tingkatan;
Tingkatan pertama, yaitu tingkatan terendah, seperti matematika dan logika. Dari ilmu ini bercabang menjadi ilmu perbintangan (astronomi). Juga ilmu al-masbaqi yang mempelajari tentang nisbah jejak-jejak. Sedangkan logika berfungsi mengamati cara mendefinisikan dan menggambarkan benda-benda yang diketahui melalui ilustrasi (tashawwur), sekaligus melihat ilmu-ilmu yang diperoleh dengan cara pembenaran melalui analogi dan demonstratif (burhan). Ilmu logika berkisar pada kaidah ini.
Tingkatan kedua merupakan tingkatan menengah, yaitu ilmu alam (natural science). Pemilik ilmu ini memandang bentuk (jisim) mutlak, pilar-pilar alam, gerak dan diam, serta hal ihwal langit beserta segala hal nyata (fi’liyah) maupun yang bersifat emosional atau perasaan (infi’liyah). Dari ilmu ini, lahirlah pandangan terhadap hal ihwal tingkatan-tingkatan maujud, serta berbagai macam jiwa clan karakter. Di samping itu, juga melahirkan pandangan tentang ilmu kedokteran, ilmu pertambangan, dan ilmu-ilmu tentang ciri benda-benda. Kemudian berakhir pada ilmu kimia yang berfungsi sebagai obat bagi orang sakit dan menggali yang terdapat dalam perut bumi.
Tingkatan ketiga adalah tingkatan tertinggi, yaitu pandangan terhadap maujud, yang kemudian terbagi menjadi wajibil-wujud dan mungkinul-wujud. Selain itu, juga pandangan terhadap Pencipta dan Zat-Nya beserta semua sifat, perbuatan, perintah, hikmah, dan keputusan-Nya, esensi-esensi tunggal, akal-akal yang terpisah, dan jiwa-jiwa yang sempurna; pandangan tentang kondisi malaikat dan setan, dan berujung pada ilmu kenabian, persoalan mukjizat dan ihwal karamah; pandangan tentang situasi jiwa yang suci, keadaan tidur dan jaga, serta tingkatan mimpi.Di antara cabang ilmu ini, menurut Al-Ghazali adalah ilmu mujarobat (thalsamat), nabarnajat, serta segala yang berhubungan dengannya. Semua ilmu ini memiliki bagian-bagian, dan tingkatan-tingkatan masing-masing.
Itulah ringkasan singkat pemikiran Al-Ghazali tentang ilmu yang tertuang dalam Risalah Ladunniyyah.