Timbulnya istilah ayat makiyah (Makkah) dan madaniyah (Madinah) sebenarnya bermaura dari hafalan para sahabat dan tabi’in. Tidak ada satu keterangan pun serta tidak ada perintah langsung dari Nabi Muhammad SAW terkait dua istilah ini.
Bahkan tidak termasuk ilmu wajib yang harus dipelajari oleh umat islam. Akan tetapi, ketika ingin mengetahui tentang nasikh-mansukh, kedua ilmu ini harus dipelajari, meskipun tidak ada anjuran dalam syariat Islam secara khusus. Sebab, untuk mengurai rahasia Al-Qur’an harus terlebih dahulu paham tentang pokok-pokok Al-Qur’an.
Sebenarnya istilah-istilah dalam Al-Qur’an tidak tertentu hanya pada dua istilah di atas. Ada beberapa istilah yang disebutkan oleh para ulama, di antaranya Ibnul ‘Arabi. Menurutnya, secara keseluruhan dalam Al-Qur’an ada istilah makiah, madaniah, hadlariah, safariah, lailiah, nahariah, sama’iah, ardiah, baina as-sama’ wa al-ardi dan yang diturunkan di dalam gua.
Ibnu Naqib dalam tafsirnya juga membagi menjadi empat macam; makiayh, madaniyah, semi makiyah–madaniyah dan tidak termasuk makiah ataupun madaniah. Namun, tulisan kali ini hanya fokus pada dua istilah di atas, tanpa menyinggung istilah-istilah yang lain.
Dalam mendefinisikan istilah makyiah dan madaniyah masih terjadi perbedaan di antara para ulama. Khilafiyah ini setidaknya terbagi menjadi dua bagian, (1) makiyah, yaitu ayat yang diturunkan di Makkah dan daerah sekitarnya seperti Mina, Arafah dan Hudaibiah, meskipun setelah hijrah; dan (2) madaniyah, yaitu ayat yang diturunkan di Madinah dan tempat-tempat yang ada di sekitarnya.
Dengan alasan di atas, para ulama menjadikan alasan secara tersendiri untuk menggunakan kedua istilah tersebut.
Ada juga beberapa ayat yang tidak diturunkan di kota Makkah dan Madinah, sehingga muncul juga istilah lain. Misalnya diturunkan ketika Rasulullah sedang bepergian, sehingga dikenal dengan istilah safari, ada juga yang diturunkan ketika beliau ada dalam perumahan, sehingga dikenal dengan istilah ayat hadlari. Misalnya, surat At-Taubah ayat 42, yang diturunkan pada waktu perang tabu’ dan surah Az-Zukhruf ayat 45 yang diturunkan di Baitul Maqdis saat malam isra’.
Penurunan Al-Qur’an sebenarnya tidak hanya di Makkah dan Madinah saja. Ini bisa dilihat dari riwayatnya Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Al-Qur’an itu diturunkan di tiga tempat; Makkah, Madinah dan Syam (Baitil Maqdis).” (HR. At-Thabrani).
Kedua istilah di atas memiliki sasaran secara khusus, makiah adalah khitab atau isyarat kepada penduduk Makkah. Sedangkan penduduk Madinah dikhitab dengan madaniah. Itu artinya menurut versi ini, setiap ayat yang dimulai dengan lafadz Ya Ayyuhannas atau Ya Bani Adam, maka disebut makiah. Hal ini, menurut para ulama karena saat itu masyoritas orang-orang kafir tinggal di Makkah. Demikian pula keimanan saat itu masih dominan di Madinah, oleh karenanya, mereka dikhitab dengan lafadz Ya Ayyuhalladzina Amanu dan ayat ini disebut dengan istilah madaniah.
Namun, kajian para ulama tidak sebatas bagaimana Allah memulai suatu ayat dengan khitab secara khusus, sebab ada beberapa khitab yang justru dengan bunyi yang berbeda, misalnya ayat pertama dalam surat Al-Ahzab yang menggunakan lafal Ya Ayyuhan-nabi dan permulaan ayat dalam surah Al-Munafiqun yang menggunakan lafal Al-Munafiqun.
Jika ditelurusi lebih dalam dan mengkombinasikan penjelasan di atas, definisi ini masih belum pas untuk memberikan pengertian secara khusus. Bahkan surah an-Nisa’ yang berstatus madaniah pun, ayat pertamanya diawali dengan Ya Ayyuhannas dan masih banyak surah-surah yang lain.
Dalam beberapa referensi yang lain, ada beberapa ulama yang tidak memandang tempat diturunkannya ayat, akan tetapi lebih memandang pada waktunya. Oleh karenanya, muncul pengertian bahwa makiah adalah ayat yang diturunkan sebelum hijrahnya Nabi ke Madinah, meskipun diturunkan di selain kota Makkah. Sedangkan ayat yang diturunkan setelah hijrah disebut madaniah, meskipun turun di kota Makkah.
Pendapat ini menjadi salah satu upaya ulama tafsir untuk menghilangkan perdebatan berkepanjangan perihal waktu turunnya ayat. Bahkan, ini merupakan pendapat sahih dan akurat, refresentatif dan lebih argumentatif.
Menurut pendapat ini, surah Al-Maidah ayat ketiga meskipun turun saat haji wada’ pada hari Jumat tetap dikatakan madaniah.
Referensi:
Al-Itqon fi Ulum al-Qur’an li as-Suyuti, DKI hal. 19-23,
Manahil al-Irfan, DKI Juz 1, hal. 111-112,
Zubdath al-Itqon fi Ulum al-Qur’an, DKI hal. 11-12
Penulis : Abdurrohman W, Santri Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Editor : Sunnatullah