Prolog
Sebagai seorang muslim, shalat lima waktu merupakan ibadah yang harus diperhatikan betul. Bahkan, tolak ukur paling mudah untuk melihat kualitas hidup adalah dengan melihat seberapa baik kualitas salat kita.
Tidak perlu melihat orang lain, cukup lihatlah diri kita masing-masing. Apakah salat kita sudah lengkap, pas dan berkualitas?
Lengkap, tentu tidak bolong-bolong. Pas, sesuai tuntunan agama. Kualitas, tidak hanya sekadar melaksanakan syarat-rukunnya saja, kesunahannya juga perlu dan tentu kualitas juga ditentukan seberapa khusyu’ kita melaksanakannya.
Oleh sebab itu, agar shalat kita lengkap, harus dibiasakan tepat waktu. Setelah dibiasakan, akan terbiasa. Dari biasa, akan tumbuh benih-benih istiqamah. Kemudian, puncaknya akan menjadi karakter yang tidak bisa ditinggalkan. Dan karakter inilah yang harus dimiliki oleh setiap muslim.
Kalau pun tertinggal melakukannya, tidak tepat waktu, itu biasanya karena ada udzur.
Udzur apa saja dan seperti apa yang memang dianggap dalam prinsip dasar syariat?
Udzur yang dianggap dalam salat hanya ada dua. Artinya, andaikan si Fulan tidak shalat karena dua alasan ini, maka dia tidak mendapatkan dosa, hanya berkewajiban meng-qadhâ’-nya saja.
Apa saja? Dua udzur itu adalah “tidur” dan “lupa”.
Namun demikian, kedua udzur ini tidak mutlak, tidak semua “tidur” dan “lupa” tterkateori udzur. Dalam konteks ini, ada beberapa kasus meninggalkan salat karena “tidur” dan “lupa” tetap mendapatkan dosa. Itu artinya, dalam kasus tersebut, “tidur” dan “lupa” tidak terkatagori udzur. Berikut perincian:
“Tidur” dan “Lupa” yang Terkatagori Udzur
- Tidur di waktu shalat belum masuk, meskipun dia yakin akan bangun kebablasan. Misalnya, si Fulan tidur pukul 11.00 WIB. Dan, dia bangun setelah Ashar, dia pun tidak melaksanakan shalat Dzuhur. Maka, dalam kasus ini, dia tidak mendapatkan dosa sebab meninggalkan salat Dzuhur. Karena, tidurnya tersebut terkategori udzur;
- Tidur di waktu shalat telah tiba, jika dia yakin akan bangun di saat waktu Dzuhur masih ada. Tapi, ternyata, kenyataan berbicara lain, dia bangun saat waktu Dzuhur sudah habis, kebablasan sampai waktu Ashar. Maka, kasus ini juga terkatagori udzur. Dan dia tidak mendapatkan dosa;
- Lupa. Misal ada Fulan bertugas sebagai konsultan di perpustakaan di suatu pesantren. Di sela-sela bertugas, dia selalu membaca buku koleksi perpustakaan tersebut.
Sehingga, pada satu saat, sangking asyiknya membaca, tenggelam dalam lautan alur cerita buku, dia pun kebablasan sampai waktu shalat Maghrib tiba. Padahal, dia belum shalat Ashar. Dia lupa sebab terlalu asik dalam membaca.
Maka, dalam kasus di atas, dia tidak dosa karena sudah terkatagori udzur, yaitu lupa untuk shalat Ashar.
“Tidur” dan “Lupa” yang tidak Terkatagori Udzur
- Tidur di waktu salat sudah masuk. Umpamanya, si Fulan tidur pukul 12.15 WIB., waktu shalat Dzuhur telah tiba, sedangkan dia belum salat. Maka, tidurnya tersebut haram baginya. Namun, dalam konteks mendapat dosa, memiliki dua rincian:
- Apabila dia tidak yakin akan bangun saat waktu shalat Dzuhur masih ada, sedangkan dia benar-benar tidak melaksanakan shalat Dzuhur sebab tidur tersebut, maka dia mendapatkan dua dosa, dosa tidurnya dan dosa karena meninggalkan shalat Dzuhur;
- Andaikan dia yakin akan bangun setelah waktu shalat Dzuhur habis, yakin akan kebablasan, sedangkan dia bangun sebelum waktu habis (tidak sesuai dengan perkiraan awalnya) dan kemudian dia shalat Dzuhur, maka dia tetap mendapatkan satu dosa, yaitu dosa tidurnya.
- Lupa. Lupa yang tidak terkatagori udzur adalah lupa yang muncul sebab kelalaian atau sembrono. Misanya, si Fulan asyik bermain game, sepak bola, atau sejenisnya, dia pun sampai tidak ingat waktu sehingga suatu saat dia lupa salat karena terlalu asik bergumul dengan permainannya.
Maka, dalam kasus di atas merupakan satu misal lupa meninggalkan shalat yang muncul dari kelalaian. Oleh sebab itu, dia tetap dosa, meskipun ada unsur lupa dalam meninggalkan salat.
Epilog
Solusi terbaik untuk bisa lengkap dalam shalat dan tidak dapat dosa sebab meninggalkannya adalah berlatih untuk istiqamah shalat di awal waktu. Syukur-syukur bisa dengan berjamaah.
Kalau pun tidak, usahakan jangan tidur setelah waktu shalat masuk kecuali kita sudah melaksanakannya.
Seasyik apa pun bermain, jangan lupa setelah waktu shalat tiba, kita jeda dulu. Ambil wudlu, setelah itu shalat.
Shalat sudah terlaksana, silakan bermain dan tidur sepuasnya.
Semoga bermanfaat..!
Penulis : Syifaul Qulub Amin, Santri PP. Nurul Cholil Bangkalan.
Editor : Ismail Zaen
Rujukan:
Sahal, Ahmad. Tt. Faidhul-Hajâ ‘alâ Nailu ar-Rajâ manzhûmah Safînah an-Najâ. Pdf.
Nawawi, Muhammad. 2008. Kâsyifatu as-Sajâ Syarhu Safînah an-Najâ. Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah.