Lailatul Qadar merupakan malam istimewa yang dimuliakan oleh Allah ﷻ dengan menurunkan al-Qur’an di malam tersebut. Keistimewaan ini murni anugerah dari Allah ﷻ bukan karena alasan tertentu. Anugerah ini pun seringkali diberikan kepada umat Nabi Muhammad ﷺ.
Bermula dari kisah para sahabat yang membicarakan tentang kisah umat sebelum mereka. Para sahabat pun menuturkan kepada Nabi Muhammad ﷺ perihal seorang Bani Israil membawa senjata dipundaknya untuk berperang membela agama Allah selama seribu bulan.
Lantas, Nabi pun takjub dan mengharapkan hal sama untuk umatnya. Beliau bersabda : “Ya Allah, engkau menjadikan umatku berumur pendek dan beramal sedikit.”
Para sahabat bersedih akan kondisi mereka. Mereka melihat hanya bisa hidup berkisaran umur 50 atau 60 tahun dan cenderung menyia-nyiakan seperempat umurnya. Dalam sehari, delapan jam digunakan untuk tidur, 2 jam adalah waktu untuk makan, minum, dan qadhil hajat, kurang lebih tujuh jam disibukkan dengan dunia dan 2 jam digunakan untuk bercanda dan bermain. Sehingga tidak tersisa selain waktu sholat yang digunakan untuk menyucikan diri mereka.
Selain itu, setan selalu menggoda saat melaksanakan sholat. Akibatnya, hati orang yang sholat sibuk berpikir tentang dunia, takut kepada manusia lain, menyukai kesenangan dan kenikmatan serta perempuan. Sehingga ketika mereka membaca takbir, malaikat berkata : “Engkau berdusta, sesungguhnya hatimu lebih mementingkan uang daripada Allah, perempuan, alat-alat, surga, dan jujur.”
Mendengar penuturan para sahabat Rasulullah ﷺ pun sedih. Kemudian Allah menghilangkan kesedihan Rasulullah ﷺ, karena beliau merupakan manusia yang dimuliakan dengan firman Allah, “Sungguh tuhanmu akan memberikan karunia-Nya kepadamu, dan engkau akan ridha.” (QS. Ad-Dhuha : 5) Setelah itu, Malaikat Jibril turun dan berkata : “Sesungguhnya Allah memberimu kabar gembira dengan lailatul qadar, yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan yang tidak ada lailatul qadarnya, bulan yang digunakan untuk berjihad dijalan Allah.”
Abdurrahman Wahid
Disadur dari kitab Lailatul Qadar hal. 46-47 karangan Dr. Abdul Bari Muhammad Daud