“Selamanya saya santri”
Ungkapan di atas, merupakan terjemahan dari apa yang pernah di sampaikan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, bahwa beliau mengatakan,
مَازَلَتْ طَالِبًا
“Selamanya saya adalah murid” Kalimat ini sangat penuh dengan makna, ilmu tuhan yang begitu luas rasanya tidak akan pernah habis untuk digali, dipahami, dan dimengerti.
Bahkan, apa yang didapatkan oleh manusia, bagaikan setetes dari banyaknya air di lautan. Di sisi yang lain, sebagai manusia dituntut untuk mencari ilmu oleh Allah SWT melalui sabda baginda Nabi Muhammad SAW dalam riwayat Anas dan Al-Baihaqi, yang berbunyi:
ﻃَﻠَﺐُ اﻟﻌِﻠْﻢِ ﻓَﺮِﻳْﻀَﺔٌ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ
Artinya, “Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi semua umat Islam.”
Penjelasan dan hadits di atas menunjukkan bahwa tidak ada akhir bagi seseorang dalam mengarungi lautan keilmuan. Bahkan dalam sebuah kalam bijak bestari sering kita dengar, “seseorang akan di katakan bodoh ketika dirinya sudah merasa bisa, dan enggan untuk belajar”, kalam ini memberikan kita peringatan, bahwa tidak ada yang namanya berhenti dalam hidup dari yang namanya belajar dan mengajar.
Jaminan dari Allah Ketika Allah memerintahkan manusia untuk mencari Ilmu, Ia juga memberikan jaminan agung nan mulia kepada makhluk-Nya, yaitu orang yang berusaha menuju ilmu, maka akan Allah gampangkan jalan menuju surga.
Tidak hanya itu, seluruh makhluk yang ada di bumi, bahkan ikut mendoakan orang yang giat mencari ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi,
وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ، وَمَنْ فِي الْأَرْضِ، وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ
Artinya, “Sungguh, para malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridhaan kepada penuntut Ilmu. Dan sungguh, orang yang berilmu akan dimintai ampunan oleh penduduk langit dan bumi, bahkan hingga ikan yang ada di dasar laut.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Mirqatul Mafatih, juz I, halaman 295).
Komentar Syekh Nawawi Banten Selain jaminan di atas, penulis teringat komentar Syekh Nawawi al-Jawy terhadap hadist Nabi Muhammad bahwa ikan-ikan akan mendoakan para pencari Ilmu. Menurutnya, alasan kenapa ikan mendoakan pencari Ilmu, karena dengan Ilmu, mereka tidak akan menyakiti ikan, mencemari lautan demi kepentingan pribadi, dan akan memperlakukan baik terhadap hewan-hewan yang hidup di laut itu sendiri.
Melihat komentar dari Syekh Nawawi di atas tentu yang menjadi prioritas bukan sekadar ilmunya, tapi amalnya juga harus dan penting. Karena bagaimanapun, dengan diamalkan, maka tampaklah buah ilmu. Ilmu menerangi pemiliknya untuk tidak melakukan keburukan. Sebab, jika ilmu sekedar diwacanakan maka hambar atau bahkan bisa fasik bila tanpa aksi atau amal. Begitu pun amal tanpa ilmu, akan sia-sia tanpa pahala.
Selaras dengan apa yang di sampaikan oleh Imam Ibnu Ruslan dalam Nadam Zubadnya,
وكل من بغير علم يعمل *** اعماله مردودة لا تقبل *** فعالم بعلمه لم يعملن *** معذب من قبل عباد الوثن
Artinya, “Setiap pekerjaan yang tidak disertai dengan ilmu *** maka pekerjaan tersebut akan tertolak, dan tidak diterima *** orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya *** akan mendapatkan siksa lebih awal dari penyembah berhala.”
Dari dua bait nadam di atas, akhirnya bisa kita simpulkan bahwa prinsip yang baik sebagai pedoman hidup adalah, “Amaliah Ilmiah, dan Ilmiah Amaliah,” yaitu beramal atas dasar keilmuan dan berilmu untuk beramal. Namun yang juga tidak kalah penting adalah jangan sampai salah paham, bahwa ada beberapa ilmu yang memudaratkan (membahayakan).
Semua ilmu termasuk Ilmu filsafat, nujum, sihir, mencuri dan sesamanya adalah baik dan bermanfaat. Meskipun mempelajari ilmu sihir masih diperdebatkan kebolehannya, namun sebenarnya itu tergantung yang menggunakan ilmu.
Jika ilmu nahwu digunakan untuk dijadikan alat membodohi umat tentu juga buruk. Atau ilmu fiqih hanya digunakan untuk melegitimasi sesuatu yang ilegal, tentu ini juga tidak benar. Begitu pun ilmu filsafat, jika hanya di gunakan untuk negasi terhadap orang lain, tentu juga dianggap buruk.