Diantara peristiwa luar biasa yang terjadi dalam Islam dan dikenang sepanjang masa adalah peristiwa Isra’ Mi’raj. Meski peristiwa itu diluar nalar, namun semuanya benar, wajib kita imani. Para ulama mulai dari mutaqaddimin sampai ulama mutaakhhirin tak henti-hentinya membahas dan menela’ah perjalanan dan hikmah yang ada didalamnya, bahkan dari hasil analisisnya menimbulkan banyak perbedaan, ada yang mengatakan bahwa terjadinya Isra’ Mi’raj sebelum diutusnya Nabi, ada juga yang mengatakan setelah diutusnya Nabi, ada yang mengatakan sebelum Hijrah, ada juga yang mengatakan setelah satu tahun dari hijrah, ada yang mengatakan bertepatan pada bulan Rabiul Awal, ada juga yang mengatakan pada bulan Rajab, juga ada yang mengatakan pada Bulan Ramadlan, namun pendapat yang masyhur dari sekian banyak pendapat para Ulama adalah, bahwa Isra’ Mi’raj terjadi setelah diutusnya Nabi Muhammad sebelum hijrah, bertepatan dengan tanggal 27 bulan Rajab.
ﺳﺒﺤﺎﻥ اﻟﺬﻱ ﺃﺳﺮﻯ ﺑﻌﺒﺪﻩ ﻟﻴﻼ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﺠﺪ اﻟﺤﺮاﻡ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﺴﺠﺪ اﻷﻗﺼﻰ اﻟﺬﻱ ﺑﺎﺭﻛﻨﺎ ﺣﻮﻟﻪ ﻟﻨﺮﻳﻪ ﻣﻦ ﺁﻳﺎﺗﻨﺎ ﺇﻧﻪ ﻫﻮ اﻟﺴﻤﻴﻊ اﻟﺒﺼﻴﺮ [ﺳﻮﺭﺓ اﻹﺳﺮاء : اﻵﻳﺎﺕ 1]
Artinya : “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Ayat di atas dengan jelas memberikan pengertian bahwa tujuan di Isra’ Mi’raj kannya Nabi Muhammad adalah Allah ingin memperlihatkan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaannya.
Menurut Syaikh Wahbah Zuhaili tujuan dari pada Isra’ Mi’raj adalah Allah ingin menjelaskan kekuasaan dan ke Maha Esa-an-Nya, dan diantara tanda-tanda kebesaran Allah seperti surga, neraka, langit, kursi, dan arsy. Semua itu Allah perlihatkan kepada Nabi Muhammad ketika peristiwa Isra’ Mi’raj. Sehingga dunia menjadi sangat hina ketika dibandingkan dengan agung-Nya kekuasaan Allah. (Syaikh Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir Juz 15 Hal 17)
تبارك الله ما وحي بمكتسب # ولا نبي على غيب بمتهم
“Allah maha suci wahyu tiada dapat dicari # Tak ada seorang nabi dalam berita ghaibnya dicurigai.”
“Maha Suci Allah. Dan Wahyu itu tidak dapat dicari oleh para Nabi, sedangkan apa yang telah dibawakan oleh para Nabi tidaklah boleh diragukan sedikit pun. Karena bagaimanapun, semua Nabi selalu terjaga dari kehinaan dan kealpaan.”
Ulama berbeda pendapat tentang peristiwa Isra’ Mi’raj, ada sebagian Ulama yang berpendapat bahwa Rasulullah melaksanakan Isra’ Mi’raj langsung (dalam keadaan sadar), ada yang mengatakan dalam keadaan tidak sadar (mimpi).
Namun menurut Ulama yang masyhur, Rasulullah melakukan Isra’ dan Mi’raj dalam keadaan sadar, hal itu dilandasi oleh Firman Allah SWT yang berbunyi :
ﻟﻘﺪ ﺭﺃﻯ ﻣﻦ ﺁﻳﺎﺕ ﺭﺑﻪ اﻟﻜﺒﺮﻯ (النجم : 18)
“Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar.”
Menurut Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki dalam kitabnya, ayat ini dengan jelas memberikan pengertian bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad dilalui dalam keadaan sadar, jasad dan ruhnya. Tidak dalam keadaan tidur, tentu semua ini sangat beralasan, dan diantara alasan yang dikemukakan oleh Sayyid Muhammad adalah; bahwa jika seandainya dalam keadaan tidur, maka tidak mungkin terjadi mukjizat luar biasa sebagaimana dalam keadaan sadar. Alasan kedua; jika seandainya peristiwa Isra’ Mi’raj dilalui oleh Nabi Muhammad dalam keadaan tidur, maka sudah jelas orang-orang kafir saat itu tidak akan ada yang mengingkari, semuanya akan menerima. (Sayyid Muhammad, Anwarul Bahmiyah, Hal 15-16)
Semoga bermanfaat.
Penulis : Sunnatullah, Santri Al-Hikmah Darussalam Durjen Kokop Bangkalan
Editor : Mufti Shohib, S.H., M.H.