Bulan Rajab merupakan salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah. Umat islam dianjurkan memperbanyak ibadah pada bulan ini. Diantara ibadah yang dianjurkan dalam bulan rajab adalah ibadah puasa. Puasa di bulan Rajab merupakan salah satu puasa yang sunnah dilakukan sebagaimana bulan-bulan mulia lainnya (Muharram, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah).
أفضل الشهور للصوم بعد رمضان الأشهر الحرم وأفضلها المحرم ثم رجب ثم الحجة ثم القعدة ثم شهر شعبان
Artinya, “Bulan paling utama untuk ibadah puasa setelah Ramadhan adalah bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulnya. Yang paling utama ialah Muharram, kemudian Rajab, lalu Dzulhijjah, terus Dzulqa‘dah, terakhir bulan Sya‘ban.” (Zainuddin Al-Malibari, Fathu al-Mu’in, Maktabah Syamilah, h 217)
Selain puasa sunnah, bulan Rajab juga kerap dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk meng-qodha’ puasa Ramadhan yang belum kelar. Lebih-lebih biasanya mereka menggabung dua niat sekaligus, yakni puasa sunnah rajab dan puasa qodha’. Lantas, bagaimana menurut fiqih terkait penggabungan dua puasa tersebut ?
Dalam kalian ilmu fiqih dijelaskan bahwa dalam puasa sunnah -seperti puasa Rajab ini- tidak disyaratkan menentukan jenis puasa (ta’yin), dan sah dilakukan dengan niat puasa secara mutlak. Keterangan ini Sebagaimana ditulis oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathu al-Mu’in:
وبالتعيين فيه النفل أيضا فيصح ولو مؤقتا
Artinya, “Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta’yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardlu, yaitu puasa sunnah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama.” (Zainuddin Al-Malibari, Fathu al-Mu’in, Maktabah Syamilah, h 233)
karena tidak disyaratkan ta’yin dalam puasa sunnah, maka para ulama memperbolehkan puasa sunnah digabung dengan puasa qodha’, dan akan mendapatkan dua pahala jika keduanya (puasa sunnah & puasa qodha’) sama-sama diniati. Jika hanya niat puasa qodho’ saja, maka tidak mendapatkan pahala puasa sunnah namun tuntutan atau anjuran untuk puasanya sudah gugur.
والمعتمد: كما يؤخذ من عبارة الكردي المارة آنفا – أن القصد وجود صوم فيها. فهي كالتحية، فإن نوى التطوع أيضا حصلا، وإلا سقط الطلب عنه،
Artinya, “Dan menurut Qoul Muktamad sebagaimana diambil dari ibaratnya al-Kurdi barusan, bahwa tujuannya adalah adanya puasa pada hari tersebut. Maka seperti shalat tahiyat, jika niat sunnah juga (bersama dengan niat qodha’) maka pahala keduanya hasil, jika tidak (hanya niat qodha’ saja) maka tuntutan sudah gugur darinya.” (Syekh Abu Bakr bin Syatha,bHasyiyah I’anatuth Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, halaman 224).
Selain itu, Syekh al-Barizi, sebagaimana dikutip oleh Syekh Abu Bakar Syatha’, berfatwa bahwa jika seorang puasa qodho’ pada hari-hari yang disunnahkan puasa, maka dia akan mendapatkan dua pahala sekaligus meski tidak disertai niat puasa sunnah.
ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا
Artinya, “Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak.” (Syekh Zainuddin al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Syatha, Fathul Mu’in dan Hasyiyah I’anatuth Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, halaman 224).
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa menggabung puasa qodha’ dan puasa sunnah Rajab hukumnya boleh dan akan mendapatkan pahala kedua-duanya. Semoga bermanfaat.Waallahu A’lam