Aktivitas berziarah merupakan salah satu amaliyah ahlussunnah yang sering dilakukan oleh masyarakat. Berziarah bertujuan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Selain itu, berziarah juga dimaksudkan untuk bertasawul memelalui orang-orang shaleh, para waliyallah yang sudah meninggal.
Kurang sempurna rasanya kalau mendoakan serta bertawasul kepada seorang yang sudah meninggal tidak berada disamping kuburannya. Namun, akibat komplek pemakaman yang sangat padang dengan kuburan, kadang kala memaksa para peziarah berjalan melintas di atas kuburan agar bisa sampai pada kuburan yang ingin diziarahi. Tak hanya itu, kadang kala juga memaksa mereka duduk di atas kuburan saat sedang sedanf membaca tahlil. Lalu, bagaimana menurut fikih terkait berjalan dan duduk di atas kuburan?
Terkait hukum melintas dan duduk di atas kuburan orang islam, para ulama mengatakan hukumnya makruh. Salah satunya diungkapkan oleh Imam al-Mawardi (w. 450 H) berikut:
يكره الوطء على القبر ، والاستناد إليه ، والجلوس عليه
Artinya, “Makruh menginjak/melintas di atas kuburan, persandaran padanya, dan duduk di atasnya,”. (Imam al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, juz 3, hal 69)
Hal ini bukan tanpa alasan, Syekh Syatha’ Dimyati dalam I’anah at-Thalibin mengatakan hikmah dari kemakruhan ini adalah untuk menghormati serta memuliakan orang yang sudah meninggal. Maksud duduk di atas kuburan adalah dudu sejajar di atas kuburan.
Baca juga: Mengubur 2 Janazah dalam 1 Kubur, Begini Hukumnya
Meski demikian, hukum makruh tersebut tidak bersifat mutalak. Dengan artian, jika dalam situasi darurat, maka hukum melintas dan duduk di atas kuburan hukumnya menjadi boleh. Situasi darurat tersebut dapat digambarkan seperti seorang tidak bisa sampai ke kuburan yang hendak diziarahi kecuali dengan melintas di atas kuburan yang lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Khatib asy-Syarbini:
ولا يوطأ عليه إلا لضرورة، كأن لا يصل إلى ميته أو من يزوره وإن كان أجنبيا كما بحثه الاذرعي، أو لا يتمكن من الحفر إلا بوطئه لصحة النهي عن ذلك
Artinya, “Dan tidak boleh (makruh) melintas di atas kuburan kecuali dalam situasi darurat seperti seorang tidak bisa sampai pada mayitnya atau orang yang hendak ia ziarahi walaupun bukan kerabatnya. Hal ini sebagaimana yang dibahas oleh Imam al-Adzra’i, atau seperti seorang tidak memungkinkan menggali kuburan kecuali dengan menginjak kuburan yang lain, hal ini karena keabsahan larang akan hal itu.” (Syekh Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal 482)
Meski dalam situasi darurat diperbolehkan berjalan melintas di atas kuburan, akan tetapi sebagai bentuk adab di kuburan seorang tidak berjalan memakai sandal atau sepatu. Imam al-Mawardi mengatakan:
فإن كان لا بد له من المشي عليه ، خلع نعله من رجله ، ومشى ما أمكن
Artinya, “Jika tidak mau tidak harus berjalan di atasnya (kuburan), maka sebaikny seorang melepas sandalnya dan berjalan sebisa mungkin,”. (Imam al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, juz 3, hal 69)
Baca juga: Waktu-waktu Disunnahkan Membaca Al-Qur’an
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum berjalan/melintas dan duduk di atas hukumnya makruh, kecuali dalam situasi darurat yang mengharuskan untuk melakukannya. Demikan semoga bermanfaat. Waallahu A’lam