Sudah maklum bahwa Hadits Maudhu adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah Saw secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakannya. Namun yang jadi pertanyaan adalah kapan Hadits Maudhu itu muncul?, Dan apa penyebabnya?
Dalam karyanya yang berjudul Al-Manhalul Lathif Ushulil Hadits As-Syarif, Sayyid Alawi Al-Maliki menceritakan kronologi munculnya hadits-hadits palsu:
ظهر الوضع في السنة 41 من الهجرة حين تفرق المسلمون سياسيا وافترقوا إلي شيعة وخوارج وجمهور، وظهرت البدع والأهواء، فكان أهل الأهواء يختلقون أحاديث بتأييد مذاهبهم وترويج ما يدعوا
Artinya, “Pemalsuan hadits tampak sejak tahun 41 H, ketika terjadi perpecahan kaum Muslimin menjadi beberapa golongan secara politik, yaitu Syiah, Khawarij, dan jumhur shingga muncul para ahli bidah dan orang yang mengikuti hawa nafsunya. Mereka membuat-buat beberapa hadits untuk mendukung golongan mereka serta untuk menyebarkan perbuatan bidah mereka”. ( Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Malikiy, Al-Manhalul Lathif Ushulil Hadits As-Syarif,, Ash-Shofwah al-Malikiyah., hal 123)
Diakui atau tidak, ketiga golongan ini sebenarnya muncul atas dasar politik. Hal ini terbukti dari asal muasal berdirinya mereka, yakni peristiwa tahkim antara Muawiyah dan Ali yang merupakan proses perebutan hak-hak politik. Kemunculan tiga golongan inilah yang menjadi asal muasal munculnya hadits-hadits palsu yang digunakan untuk membela kepentingan-kepentingan mereka. Muncullah hadits-hadits palsu tentang kelebihan dan keutamaan khulafa’u rasyidin, kelebihan-kelebihan kelompok tertentu, kelebihan-kelebihan ketua-ketua partai, bahkan muncul pula hadits-hadits yang secara tegas mendukung aliran-aliran politik dan kelompok-kelompok agama tertentu.
Pendorong Seseorang Memalsukan Hadits
Sayyid ‘Alawi Al-Maliki juga menjelaskan beberapa faktor dibuatnya hadits-hadits palsu: pertama, mempertahankan kepentingan pribadi; kedua, mendekatkan diri kepada pejabat tertentu (orang-orang yang berkepentingan); ketiga, mencari rizki; keempat, membela pendapat tertentu walaupun salah; kelima, menarik simpati orang untuk mengerjakan perbuatan perbuatan baik, termasuk mengajarkan anak-anak tentang agama. ( Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Malikiy, Al-Manhalul Lathif Ushulil Hadits As-Syarif,, Ash-Shofwah al-Malikiyah., hal 124)
Selain Sayyid ‘Alawi Al-Maliki, Mahmud Thahan dalam Taysiru Musthalahil Hadits, lebih menjelaskan secara detail lima hal yang mendorong orang untuk memalsukan hadits:
Pertama, untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maksudnya, pemalsu hadits membuat hadits dan mengatasnamakan Rasulullah agar orang lain termotivasi untuk beribadah. Memang niatnya bagus, tetapi caranya tidak benar.
Salah satu pemalsu hadits yang melakukan cara ini adalah Maysarah bin Abdu Rabbihi. Ibnu Mahdi, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Hibban, pernah bertanya kepada MaysarahArtinya, “’Dari mana kamu mendapatkan hadits ini, orang yang membaca ini mendapatkan ganjaran ini?’ Maysarah menjawab, ‘Saya memalsukannya supaya orangorang termotivasi. ’”
Kedua, untuk merusak Islam dari dalam. Sebagian musuh Islam membuat hadits palsu agar umat Islam terpecah belah dan salah memahami agamanya. Di antara orang yang pernah melakukan ini adalah Muhammad bin Sa’id As-Syami.
Ketiga, untuk mendekati penguasa. Sebagian pemalsu hadits membuat hadits palsu yang berkaitan dengan penguasa. Tujuannya untuk memuji dan mendekati penguasa. Misalnya, kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang memalsukan hadits supaya bisa dekat dengan Amirul Mukminin Al-Mahdi.
Keempat, untuk mencari rejeki. Biasanya hal ini dilakoni oleh orang-orang yang berprofesi sebagai pecerita atau pendongeng. Melalui cerita-cerita itu ia mendapatkan uang dari pendengarnya. Untuk menarik pendengar, sebagian mereka memalsukan hadits. Di antara yang melakukan ini adalah Abu Sa’id Al-Mada’ini. Kelima, untuk mencari popularitas. Supaya orang yang meriwayatkan hadits ini semakin populer dan dikenal banyak orang, mereka membuat hadits yang tidak pernah diriwayatkan oleh orang lain. Melalui hadits palsu itu mereka semakin dikenal karena tidak ada yang meriwayatkan selain dia. Di antara yang memalsukan hadits demi popularitas adalah Ibnu Abi Dahiyyah. (Mahmud Thahan, Taysiru Musthalahil Hadits, al-Haramain., hal 92-93)