Bulan Ramadhan sudah datang. Bulan ini menjadi momentum umat Islam untuk memperbanyak ibadah, mulai dari dzikir hingga membaca Al-Qur’an. Pada bulan ini umat Islam diwajibkan melaksanakan ibadah puasa, sebuah ibadah yang sangat spesial sekali di sisi Allah dari pada ibadah lainnya. Dalam sebuah hadits disebutkan:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَام، فَإنَّهُ لِي وَأنَا أجْزِي بِهِ
Artinya, “Semua amal perbuatan anak Adam -yakni manusia- itu adalah untuknya, melainkan berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya.”
Imam Al-Ghazali secara khusus mengarang kitab perihal ibadah istimewa yang satu ini. Dengan judul Asraru as-Shaum (beberapa rahasia puasa), Al-Ghazali tidak hanya mengulas seputar sah dan tidaknya secara lahiriyah, tapi beliau juga mengulas puasa secara batiniyah. Dalam kitab tersebut (hal 50-55) Al-Ghazali menyebutkan tingkatan orang berpuasa.
إعلم أن الثوم ثلاث درجات : صوم العموم، صوم الخصوص، وصوم خصوص الخصوص.
Artinya, “Ketahuilah puasa itu ada tiga tingkatan: puasa umum, puasa khusus, dan puasa paling khusus”. (Al-Ghazali, Asraru as-Saum, h 40)
Puasa umum
Tingkatan ini adalah tingkatan paling bawah, dimana orang berpuasa hanya sekadar menahan makan dan minum, namun maksiat baik dzohir maupun batin masih berjalan. Secara hukum dzohir puasa model ini sudah dianggap sah asal kewajiban dan ketentuan fikihnya dijalankan.
Puasa paling khusus
Model puasa ini merupakan tingkatan tertinggi. Hanya para nabi, siddiqin, dan muqorrobin yang sampai pada tingkatan ini. Pasalnya, tidak hanya sekedar menaham makan dan minum, menahan maksiat, tapi juga memusatkan hati dan pikiran hanya kepada Allah SWT semata. Inilah yang disebut puasa hati dari urusan dunia. Puasa model ini akan batal secara batiniah bila pikiran tertuju pada urusan dunia dan selain Allah.
Puasa Khusus
Mode ini berada diantara dua tingkatan puasa di atas. Yang tergolong dalam model ini adalah orang-orang Sholeh. Mereka paham bahwa puasa tidak sekedar menaham makan dan minum namun juga menahan jiwa raga dari segala kemaksiatan, meski mereka tidak mencapai tingkatan tertinggi dalam puasa, yaitu puasa hati dari selain Allah.
Al-Ghazali menyebutkan bahwa puasa khusus bisa dicapai dengan memperhatikan enam hal:
- Menjaga mata/puasa mata
Dengan tidak melihat segala sesuatu yang tercela dalam syariat, serta menjaga pandangan dari hal-hal yang membuat hati lupa dari Allah.
- Menjaga mulut/puasa mulut
Dengan menjaga mulut dari perkataan kotor, berbohong, ghibah, namimah, dan hal lainnya yang haram untuk diucapkan. Imam Sufyan As-Tsauri mengakatan:
الغيبة تفسد الصوم
Artinya, “Ghibah itu dapat merusak (pahala) puasa”
- Menjaga pendengaran/puasa pendengaran
Dengan menjaga telinga dari mendengar hal-hal yang tidak baik. Qaidah fiqih mengatakan, setiap yang haram diucapkan juga haram didengarkan.
- Menjaga anggota tubuh lain
Dengan menjaga tangan dan kaki dari segala hal yang dilarang syariat, menjaga perut dari makanan syubhat. “Tak ada gunanya,” kata Al-Ghazali, “bila berpuasa menahan makanan halal, tapi justru berbuka dengan makanan haram”.
- Tidak banyak makan
Meski menahan lapar selama sehari penuh, orang berpuasa sebaiknya tidak makan terlalu banyak saat sahur dan berbuka sampai terlalu kenyang. Sebab tujuan daripada puasa adalah melemahkan syahwat, dan tidak akan tercapai bila sahur dan berbuka terlalu kenyang.
- Menggantungkan hari antar khauf dan raja’
Menurut Al-Ghazali sebaiknya orang yang berpuasa saat berbuka hatinya berada antara khauf dan raja’. Sebab belum tentu puasa yang dilakukan diterima oleh Allah SWT.
Dari tiga tingkatan puasa di atas, kita berharap bisa menjalankan ibadah puasa ini dengan penuh kesungguhan, menjauhi segala kemaksiatan di bulan suci ini. Amin
Waallahu A’lam