Di era modern sekarang ini sepertinya sulit rasanya menemukan wanita yang diam dirumah. Jika zaman dahulu wanita lebih senang menyembunyikan kepiawaiannya dalam segi apapun, sekarang banyak yang menampakkan dirinya di muka umum sekedar menyaingi kaum pria. Dalam hal pendidikan pun mereka juga tidak mau kalah saing. Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah, karena laki-laki dan wanita memiliki hak yang sama, terlebih dalam hal pendidikan. Masalahnya adalah bagaimana hukum wanita ketika keluar rumah. Jika tidak boleh, bukankah untuk melanjutkan pendidikan harus keluar rumah?
Dalam kitab Shohih Bukhari dan Muslim Nabi Muhammad SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Nabi Muhammad SAW, pernah bersabda, “Perempuan tidak boleh keluar dalam tiga hari kecuali ditemani oleh mahramnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Banyak yang memahami hadist ini secara negatif, sehingga timbul paham-paham yang tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Nabi SAW. Contoh kecil, wanita tidak boleh sekolah terlau tinggi atau bahkan berkarir, karena kewajibannya adalah diam di rumah. Hadist ini tidak sebaku seperti yang telah kita pahami.
Hadist beliau ini sebenarnya memberikan warning bahwa, perempuan hanya boleh keluar ketika bersama dengan mahram yang selalu siap siaga menjadi bodyguard yang melindungi mereka. Karena, disetiap perjalanannya pasti tidak akan aman dari fitnah. Hadits ini bukan malah memerintah mengurung mereka di dalam rumah.
Syaikh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibariy menyampaikan bahwa, perempuan tidak boleh bepergian seorang diri baik perjalananya dekat ataupun jauh, dia harus ditemani oleh mahromnya, suami atau bersama perempuan banyak. Jika keluar karena keperluan yang bersifat fardu atau wajib, ia boleh keluar bersama perempuan yang bisa dipercaya. (Lihat Zainuddin al-Malibariy, Fathul Mu’in, Maktabah Syamilah Vol. 2, hal. 231)
Mengenai berapa jumlah perempuan yang harus menjadi teman ketika keluar masih terjadi khilafiyah. Ada yang berpendapat harus tiga orang; sebagian lagi berpendapat dua orang saja sudah mencukupi. Menurut Syaikh Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha’ bahaya di dalam perjalanan tidak bisa ditebak, oleh karena ini lebih baik memilih pendapat yang lebih berhari-hati. Jadi dua orang perempuan masih belum mencukupi. Walaupun jika berkenaan dengan perkara mubah satu teman saja sudah cukup. Bahkan jika memang aman dari fitnah ia boleh keluar sendiran. (Lihat Abu Bakar Syatha’, I’anah at-Thalibin, Maktabah Syamilah, Vol.2 ,hal. 321)
Dalam kitab asy-Syarwani ala Tuhfatu al-Muhtaj juga ada keterangan: perempuan boleh keluar sendirian ketika memang yakin dirinya akan aman. Semua ini dalam hal fardu meski pun berupa nadzar atau qadha’. Sedangkan untuk perkara sunnah tidak boleh keluar, sampai perempuan Makkah pun tidak boleh melakukan umrah sunnah dari Tan’im bersama banyak perempuan. Namun pendapat ini masih ada yang menentang. (Lihat Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiah asy-Syarwani, Maktabah Syamilah, Vol. 4, hal. 24)
Cuma manurut Imam Ghazali, hendaknya tidak keluar rumah kecuali berkaitan dengan perkara penting. Karena, perempuan tidak akan luput dari objek pembicaraan dan sesuatu yang akan merusak reputasinya sebagai perempuan. Selain itu, juga harus menutupi auratnya dengan benar. Karena, para Imam kalangan Syafi’iyah sepakat tidak memperbolehkan perempuan keluar dalam keadaan membuka wajah. Sebab memandang mereka adalah madzinnatul-fitnah dan menggerakkan syahwat.
Kriteria menutup aurat bagi perempuan yang disebutkan dalam kitab Tafsir Ayatul-Ahkam adalah menutup seluruh badan, pakaian yang dikenakan tidak transparan dan menampakkan bentuk tubuh, warna dan bentuk pakaian tidak mengandung unsur berhias, tidak memakai parfum yang dapat menarik perhatian lawan jenis, dan tidak menyerupai kaum lelaki. (Lihat Ali ash-Shobuniy, Tafsir Ayatul-Ahkam, Maktabah Syamilah, Vol. 1, hal. 585)
Kesimpulannya adalah larangan Nabi SAW di atas tidak bersifat mutlak dan sebenarnya beliau memberi izin bagi perempuan yang aman dari fitnah untuk keluar, seperti ke masjid terlebih disaat hari raya. Jangan jadikan sabda Nabi SAW tersebut sebagai dalih bahwa wanita tidak boleh keluar untuk belajar, mengembangkan kreativitasnya selayaknya kaum laki-laki. Wa Allahu A’lam, semoga bermanfaat.
Abdurrahman Wahid