Dalam kesempatan ini saya ingin menulis permasalah air yang masuk ke telinga saat mandi yang umumnya oleh orang Madura disebut dengan curuk, apakah membatalkan puasa atau tidak?
Pada umumnya dalam beberapa literatur kitab fiqh, jika ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh saat mandi maka diperinci; jika mandi wajib atau sunnah maka tidak batal, dan apabila bukan mandi wajib atau sunnah maka batal.
Menurut saya, ibarot-ibarot tentang hal tersebut terlalu umum, maksudnya ibarot tersebut tidak menjelaskan secara detail anggota tubuh yang kemasukan air. Nah ini yang nantinya menjadi perdebatan ulama mengenai apakah anggota tersebut masuk anggota yang dapat membatalkan puasa ketika kemasukan air.
Masalah telinga, mayoritas ulama Syafi’iyah mengategorikannya sebagai Manfadz yang Maftuh sehingga puasa batal jika kemasukan air. Diantara yang berpendapat demikian adalah Syekh Sulaiman bin Muhammad al-Bujairimi, Syekh Zainuddin pengarang kitab Fathul Mui’n dan Ulama Masyhur Syafi’i lainya. Bahkan pendapat ini merupakan pendapat yang Ashah dalam madzhab Syafi’i sebagaimana dalam kitab Minhaj.
Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan ada pendapat yang mengatakan sebaliknya, bahwa telinga tidak termasuk Manfadz yang Maftuh. Salah satunya ada pendapat yang dinuqil oleh Syekh Muhammad bin Ahmad as-Syatiry dalam Syarah Yaqutu an-Nafis. Pendapat ini, kata beliau, merupakan pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i sekalipun muqobilnya qoul ashoh. Beliau berkata;
وأتذكر قولا في مذهب الشافعي مقابل الأصح، لا يبطل الصوم بوصول الماء الى باطن الأذن، هو قول قوي
“Saya ingat satu pendapat dalam madzhab Syafi’i yang merupakan muqobilnya qoul ashah, yakni puasa tidak batal dengan sampainya air ke bagian dalam telinga, ini adalah pendapat yang kuat”
Berarti kata beliau, sebagaimana yang ditulis dalam kitabnya, telinga ini adalah Manfadz yang Ghou Maftuh. Bahkan kata beliau, para santrinya imam Syafi’i dulu juga mengatakan bahwa telinga ini bukan termasuk Manfadz yang Ghoiru Maftuh.
Satu qoul ini tidak dijelaskan oleh beliau siapa yang mengatakannya. Yang jelas beliau sangat mantep dengan pendapat ini.
Diakui atau tidak, curuk (dalam bahasa Madura) sering kita alami saat mandi. Pendapat ini, sekalipun muqobilnya qoul ashoh, menurut saya efektif untuk kita amalkan pada bulan puasa ini.
Penulis : Busiri, Santri PP. Syaichona Moh. Cholil
Editor : Umair